Analisis
Unsur Intrinsik
Cerpen:
Dodolitdodolitdodolibret (Seno Gumira Ajidarma)
dengan
Pendekatan Struktural Burhan Nurgiyantoro
diajukan
sebagai bahan penilaian mata kuliah
kajian prosa fiksi yang diampu oleh
Hj.Isna Sulastri,
Dra., MPd.
disusun oleh:
Eka Susilawati
41032121101002
|
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG
2012-2013
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hal yang paling dasar yang dapat dilakukan oleh siapapun untuk membedah
makna suatu karya sastra adalah dengan cara “menganalisis unsur-unsur
pembangunnya” lebih lanjut daripada itu dapat dilakukan kajian-kajian terhadap
karya sastra dari berbagai sudut pandangan.
Pengkajian terhadap karya fiksi berarti menelaah, penyelidikan, atau
mengkaji, menelaah, menyelidiki karya fiksi tersebut. Untuk melakukan pengkajian
terhadap unsur-unsur pembentuk karya sastra, khususnya fiksi, pada umumnya
kegiatan itu disertai oleh kerja analisis. Istilah analisis, misalnya analisis
karya fiksi, menyaran pada pengertian pengertian mengurai karya itu atas
unsur-unsur pembentuknya tersebut, yaitu yang berupa unsur-unsur intrinsiknya.
(Burhan Nurgiyantoro, 2010:30)
Karya sastra dibangun oleh unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur
intrinsik (intrinsic) adalah
unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang
berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi
bangunan atau sistem organisme karya sastra. (Burhan Nurgiyantoro, 2010:23)
Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik mengangkat hal paling dasar
untuk membedah makna sebuah karya sastra yaitu dengan “menganalisis unsur-unsur
pembangun karya sastra” yang dalam hal ini dikhususkan pada “analisis unsur
intrinsik” dengan memilih pisau analisis pada pendekatan struktural Burhan
Nurgiyantoro.
Adapun karya sastra yang dipilih disesuaikan dengan penugasan dari dosen
bersangkutan yaitu analisis pada cerpen karya Seno Gumira Ajidarma berjudul “Dodolitdodolitdodolibret”. Cerpen
tersebut merupakan cerpen terbaik Kompas
2011.
Berdasarkan uraian di atas, penulis akan mengambil
judul: “ Analisis Unsur Intrinsik Cerpen: Dodolitdodolitdodolibret (Seno Gumira
Ajidarma) dengan Pendekatan Struktural Burhan Nurgiyantoro”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan
masalah di atas, maka permasalahan dalam makalah ini adalah:
Bagaimana unsur intrinsik yaitu tema, pemplotan/alur,
tokoh/penokohan, pelataran, penyudutpandangan, amanat pada cepen : Dodolitdodolitdodolibret
Faktor apakah
yang membuat cerpen tersebut diakui sebagai
cerpen terbaik Kompas 2011?
Adakah manfaat yang dapat dipetik setelah membaca dan menganalisis cerpen Dodolitdodolitdodolibret tersebut?
1.3 Tujuan Analisis
Tujuan dalam penganalisisan ini adalah
sebagai berikut.
1.
Mendeskripsikan struktur cerpen Dodolitdodolitdodolitbret yang meliputi: tema, pemplotan/alur, tokoh/penokohan, pelataran, penyudutpandangan, amanat.
2.
Memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur
karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan. (Burhan
Nurgiyantoro, 2010:37)
3.
Mengetahui faktor
apakah yang membuat cerpen tersebut diakui sebagai cerpen terbaik Kompas 2011.
4.
Mengetahui manfaat yang dapat dipetik setelah membaca dan menganalisis
cerpen Dodolitdodolitdodolibret .
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Hakikat Prosa Fiksi
Fiksi dapat diartikan sebagai cerita rekaan. Akan tetapi pada kenyataannya tidak semua karya yang mengandung unsur
kenyataan disebut sebagai karya fiksi. Karya-karya lain
yang penulisannya tidak berbentuk prosa, misalnya berupa dialog seperti dalam drama atau
sandiwara, termasuk
skenario untuk film, juga puisi-puisi
drama dan puisi balada, pada umumnya tidak disebut karya fiksi. (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 8)
2.2 Pendekatan Struktural Burhan Nurgiayantoro
Langkah awal dalam sebuah penelitian karya sastra
adalah dengan menggunakan analisis struktural. (Abrams dalam Nurgiyantoro,
1994:36) menjelaskan bahwa “struktur karya sastra dapat diartikan sebagai
susunan, penegasan dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya
yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah”.
Analisis struktural merupakan salah satu kajian
kesusastraan yang menitikberatkan pada hubungan antar unsur pembangun karya sastra. Struktur yang membentuk
karya sastra tersebut yaitu: penokohan, alur, pusat pengisahan, latar, tema,
dan sebagainya. Struktur novel/cerpen yang hadir di
hadapan pembaca merupakan sebuah totalitas. Novel/cerpen yang dibangun dari sejumlah unsur akan saling berhubungan secara saling
menentukan sehingga menyebabkan novel/cerpen tersebut menjadi sebuah karya yang bermakna hidup. Adapun struktur pembangun karya sastra yang
dimaksud dan akan diteliti meliputi: tema, pemplotan, penokohan, pelataran, penyudutpandangan,
gaya bahasa.
2.2.1 Tema
Tema adalah makna yang dikandung sebuah cerita.
2.2.2 Pemplotan
“Alur atau plot adalah
cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan
secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya
peristiwa yang lain” (Stanton dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995:113). Sejalan dengan
itu, Atar Semi menyatakan bahwa “alur atau plot adalah struktur rangkaian
kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang
sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi” (Atar Semi, 1993:43).
2.2.3 Tokoh dan Penokohan
“Penokohan adalah pelukisan
gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita”
(Jones dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995:165).
Ada dua macam cara dalam
memahami tokoh atau perwatakan tokoh-tokoh yang ditampilkan yaitu:
1. Secara analitik, yaitu pengarang langsung
menceritakan karakter tokoh-tokoh dalam cerita.
2. Secara dramatik, yaitu pengarang tidak menceritakan secara langsung
perwatakan tokoh-tokohnya, tetapi hal itu disampaikan melalui pilihan nama
tokoh, melalui pengambaran fisik tokoh dan melalui dialog (Atar Semi,
1993:39-40).
2.2.4 Pelataran
“Latar atau setting yang
disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan
waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan” (Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 216). Kadang-kadang dalam
sebuah cerita ditemukan latar yang banyak mempengaruhi penokohan dan kadang
membentuk tema. Pada banyak novel, latar
membentuk suasana emosional tokoh cerita, misalnya
cuaca yang ada di lingkungan tokoh memberi pengaruh terhadap perasaan tokoh
cerita tersebut.
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok,
yaitu:
1. Latar tempat, yang menyaran pada lokasi terjadinya
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
2. Latar waktu, berhubungan dengan peristiwa itu
terjadi.
3. Latar sosial, menyangkut status sosial seorang
tokoh, penggambaran keadaan
masyarakat, adat-istiadat dan cara hidup (Burhan
Nurgiyantoro, 1995:227–333).
2.2.5 Penyudutpandangan
Sudut pandang dalam karya
fiksi mempersoalkan : Siapa yang menceritakan atau dari posisi mana (siapa)
peristiwa dan tindakan itu dilihat. Pengertian sudut pandang adalah pada
hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih
pengarang untuk mengemukakan gagasan ceritanya. Sudut pandang dapat disamakan
artinya dan bahkan dapat memperjelas dengan istilah pusat pengisahan.
Sudut pandang banyak
macamnya tergantung dari sudut mana ia dipandang dan seberapa rinci ia
dibedakan. Yaitu :
a.
Sudut Pandang Persona Ketiga: “dia”
b. Sudut Pandang Persona Pertama: “aku”
c. Sudut Pandang Campuran
BAB III
METODE ANALISIS
Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode kualitatif.
Suwardi Endraswara (2004:5) membuat definisi bahwa,
“penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan tidak
mengutamakan angka-angka, tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap
interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris”.
Analisis ini menggunakan metode kualitatif, karena penelitian
kualitatif adalah penelitian yang paling cocok dengan fenomena sastra. Hal ini
perlu dipahami, sebab karya sastra adalah dunia kata dan simbol yang penuh
makna sehingga perlu ditafsirkan maknanya agar mudah dimengerti dan dipahami.
3.1 Objek Analisis
Objek penelitian
ini tentang struktur intrinsik cerpen Dodolitdodolitdodolibret
Dodolitdodolitdodolibret
Cerpen Seno
Gumira Ajidarma
Kiplik sungguh
mengerti, betapapun semua itu tentunya hanya dongeng.
“Mana ada orang
bisa berjalan di atas air,” pikirnya.
Namun, ia memang
berpendapat bahwa jika seseorang ingin membaca doa, maka ia harus belajar
membaca doa secara benar.
”Bagaimana mungkin
doanya sampai jika kata-katanya salah,” pikir Kiplik, ”karena jika kata-katanya
salah, tentu maknanya berbeda, bahkan jangan-jangan bertentangan. Bukankah buku
Cara Berdoa yang Benar memang dijual di mana-mana?”
Adapun dongeng
yang didengarnya menyampaikan pesan, betapa siapa pun orangnya yang berdoa
dengan benar, akan mampu berjalan di atas air
Kiplik memang
bisa membayangkan, bagaimana kebesaran jiwa yang dicapai seseorang setelah
mampu membaca doa secara benar, akan membebaskan tubuh seseorang dari
keterikatan duniawi, dan salah satu perwujudannya adalah bisa berjalan di atas
air.
Namun, ia juga
sangat sadar sesadar-sadarnya, pembayangan yang bagaimanapun, betapapun masuk
akalnya, tidaklah harus berarti akan terwujudkan sebagai kenyataan, dalam
pengertian dapat disaksikan dengan mata kepala sendiri.
”Dongeng itu
hanyalah perlambang,” pikirnya, ”untuk menegaskan kebebasan jiwa yang akan
didapatkan siapa pun yang berdoa dengan benar.”
Justru karena
itu, semenjak Kiplik memperdalam ilmu berdoa, kepada siapa pun yang ditemuinya,
ia selalu menekankan pentingnya berdoa dengan benar. Adapun yang dimaksudnya
berdoa dengan benar bukanlah sekadar kata-katanya tidak keliru, gerakannya
tepat, dan waktunya terukur, selain tentu saja perhatiannya terpusat, melainkan
juga dengan kepercayaan yang mendalam dan tak tergoyahkan betapa sedang
melakukan sesuatu yang benar, sangat benar, bagaikan tiada lagi yang akan lebih
benar.
Kebahagiaan yang
telah didapatkannya membuat Kiplik merasa mendapatkan suatu kekayaan tak
ternilai, dan karena itulah kemudian ia pun selalu ingin membaginya. Setiap
kali ia berhasil membagikan kekayaan itu, kebahagiaannya bertambah, sehingga
semakin seringlah Kiplik menemui banyak orang dan mengajarinya cara berdoa yang
benar.
Ternyata tidak
sedikit pula orang percaya dan merasakan kebenaran pendapat Kiplik, bahwa
dengan berdoa secara benar, bukan hanya karena cara-caranya, tetapi juga karena
tahap kejiwaan yang dapat dicapai dengan itu, siapa pun akan mendapatkan
ketenangan dan kemantapan yang lebih memungkinkan untuk mencapai kebahagiaan.
Demikianlah
akhirnya Kiplik pun dikenal sebagai Guru Kiplik. Mereka yang telah mengalami
bagaimana kebahagiaan itu dapat dicapai dengan berdoa secara benar, merasa sangat
berterima kasih dan banyak di antaranya ingin mengikuti ke mana pun Kiplik
pergi.
”Izinkan kami
mengikutimu Guru, izinkanlah kami mengabdi kepadamu, agar kami dapat semakin
mendalami dan menghayati bagaimana caranya berdoa secara benar,” kata mereka.
Namun, Guru
Kiplik selalu menolaknya.
”Tidak ada lagi
yang bisa daku ajarkan, selain mencapai kebahagiaan,” katanya, ”dan apalah yang
bisa lebih tinggi dan lebih dalam lagi selain dari mencapai kebahagiaan?”
Guru Kiplik
bukan semacam manusia yang menganggap dirinya seorang nabi, yang begitu yakin
bisa membawa pengikutnya masuk surga. Ia hanya seperti seseorang yang ingin
membagikan kekayaan batinnya, dan akan merasa bahagia jika orang lain menjadi
berbahagia karenanya.
Demikianlah Guru
Kiplik semakin percaya, bahwa berdoa dengan cara yang benar adalah jalan
mencapai kebahagiaan. Dari satu tempat ke tempat lain Guru Kiplik pun
mengembara untuk menyampaikan pendapatnya tersebut sambil mengajarkan cara
berdoa yang benar. Dari kampung ke kampung, dari kota ke kota, dari lembah ke
gunung, dari sungai ke laut, sampai ke negeri-negeri yang jauh, dan di setiap
tempat setiap orang bersyukur betapa Guru Kiplik pernah lewat dan
memperkenalkan cara berdoa yang benar.
Sementara itu,
kadang-kadang Guru Kiplik terpikir juga akan gagasan itu, bahwa mereka yang
berdoa dengan benar akan bisa berjalan di atas air.
”Ah, itu hanya
takhayul,” katanya kepada diri sendiri mengusir gagasan itu.
***
Suatu ketika
dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau. Begitu luasnya
danau itu sehingga di tengahnya terdapatlah sebuah pulau. Ia telah mendengar
bahwa di pulau tersebut terdapat orang-orang yang belum pernah meninggalkan
pulau itu sama sekali. Guru Kiplik membayangkan, orang-orang itu tentunya
kemungkinan besar belum mengetahui cara berdoa yang benar, karena tentunya
siapa yang mengajarkannya? Danau itu memang begitu luas, sangat luas, bagaikan
tiada lagi yang bisa lebih luas, seperti lautan saja layaknya, sehingga Guru
Kiplik pun hanya bisa geleng-geleng kepala.
”Danau seluas
lautan,” pikirnya, ”apalagi yang masih bisa kukatakan?”
Maka disewanya
sebuah perahu layar bersama awaknya agar bisa mencapai pulau itu, yang konon
terletak tepat di tengah danau, benar-benar tepat di tengah, sehingga jika
pelayaran itu salah memperkirakan arah, pulau itu tidak akan bisa ditemukan,
karena kedudukannya hanyalah bagaikan noktah di danau seluas lautan.
Tiadalah usah
diceritakan betapa lama dan susah payah perjalanan yang ditempuh Guru Kiplik.
Namun, akhirnya ia pun sampai juga ke pulau tersebut. Ternyatalah bahwa pulau
sebesar noktah itu subur makmur begitu rupa, sehingga penghuninya tiada perlu
berlayar ke mana pun jua agar dapat hidup. Bahkan, para penghuninya itu juga
tidak ingin pergi ke mana pun meski sekadar hanya untuk melihat dunia. Tidak
terdapat satu perahu pun di pulau itu.
”Jangan-jangan
mereka pun mengira, bahwa dunia hanyalah sebatas pulau sebesar noktah di tengah
danau seluas lautan ini,” pikir Guru Kiplik.
Namun, alangkah
terharunya Guru Kiplik setelah diketahuinya bahwa meskipun terpencil dan
terasing, sembilan orang penduduk pulau sebesar noktah itu di samping bekerja
juga tidak putus-putusnya berdoa!
”Tetapi sayang,”
pikir Guru Kiplik, ”mereka berdoa dengan cara yang salah.”
Maka dengan
penuh pengabdian dan perasaan kasih sayang tiada terkira, Guru Kiplik pun
mengajarkan kepada mereka cara berdoa yang benar.
Setelah beberapa
saat lamanya, Guru Kiplik menyadari betapa susahnya mengubah cara berdoa mereka
yang salah itu.
Dengan segala
kesalahan gerak maupun ucapan dalam cara berdoa yang salah tersebut, demikian
pendapat Guru Kiplik, mereka justru seperti berdoa untuk memohon kutukan bagi
diri mereka sendiri!
”Kasihan sekali
jika mereka menjadi terkutuk karena cara berdoa yang salah,” pikir Guru Kiplik.
Sebenarnya cara
berdoa yang diajarkan Guru Kiplik sederhana sekali, bahkan sebetulnya setiap
kali mereka pun berhasil menirunya, tetapi ketika kemudian mereka berdoa tanpa
tuntunan Guru Kiplik, selalu saja langsung salah lagi.
”Jangan-jangan
setan sendirilah yang selalu menyesatkan mereka dengan cara berdoa yang salah
itu,” pikir Guru Kiplik, lagi.
Guru Kiplik
hampir-hampir saja merasa putus asa. Namun, setelah melalui masa kesabaran yang
luar biasa, akhirnya sembilan orang itu berhasil juga berdoa dengan cara yang
benar.
Saat itulah Guru
Kiplik merasa sudah tiba waktunya untuk pamit dan melanjutkan perjalanannya. Di
atas perahu layarnya Guru Kiplik merasa bersyukur telah berhasil mengajarkan
cara berdoa yang benar.
”Syukurlah
mereka terhindar dari kutukan yang tidak dengan sengaja mereka undang,” katanya
kepada para awak perahu.
Pada saat waktu
untuk berdoa tiba, Guru Kiplik pun berdoa di atas perahu dengan cara yang
benar.
Baru saja
selesai berdoa, salah satu dari awak perahunya berteriak.
”Guru! Lihat!”
Guru Kiplik pun
menoleh ke arah yang ditunjuknya. Alangkah terkejutnya Guru Kiplik melihat sembilan
orang penghuni pulau tampak datang berlari-lari di atas air!
Guru Kiplik
terpana, matanya terkejap-kejap dan mulutnya menganga. Mungkinkah sembilan
penghuni pulau terpencil, yang baru saja diajarinya cara berdoa yang benar itu,
telah begitu benar doanya, begitu benar dan sangat benar bagaikan tiada lagi
yang bisa lebih benar, sehingga mampu bukan hanya berjalan, tetapi bahkan
berlari-lari di atas air?
Sembilan orang
penghuni pulau terpencil itu berlari cepat sekali di atas air, mendekati perahu
sambil berteriak-teriak.
”Guru! Guru!
Tolonglah kembali Guru! Kami lupa lagi bagaimana cara berdoa yang benar!”
Ubud, Oktober
2009 /
Kampung Utan,
Agustus 2010.
*) Cerita ini hanyalah versi penulis atas berbagai cerita serupa, dengan
latar belakang berbagai agama di muka bumi.
3.2 Sumber Data
Sumber data yang
digunakan dalam analisis ini adalah:
Teks atau
dokumen, yang terdiri dari:
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan teknik kepustakaan. Teknik kepustakaan yaitu
teknik yang dilakukan dengan mencari, mengumpulkan, mempelajari, dan membaca
tentang buku-buku, artikel, atau laporan yang berhubungan dengan objek
penelitian.
3.4 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data dalam analisis ini menggunakan teknik analisis struktural intrinsik cerpen Burhan Nurgiyantoro dengan tahapan:
1. Mengidentifikasi
Membaca cerpen
Identifikasi tema, pemplotan, penokohan, pelataran, penyudutpandangan, gaya
bahasa.
Menuliskan cuplikan cerpen yang menjurus pada tema, pemplotan, penokohan,
pelataran, penyudutpandangan, gaya bahasa.
2. Pengkajian/analisis
Menafsirkan isi cuplikan yang diambil dari cerpen
Mengulas/menganalisis lebih dalam isi cuplikan
3. Mendeskripsikan
Dalam tahap ini data hasil analisis yang telah disajikan tertulis kemudian
dikhususkan sebagai data kesimpulan yang empiris.
3.5 Teknik Penyimpulan Data
Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini secara
induktif yaitu pola penarikan kesimpulan dengan cara berfikir berdasarkan
pengetahuan yang bersifat khusus untuk menemukan kesimpulan yang bersifat umum.
BAB IV
ANALISIS STRUKTURAL
1. Tabel Analisis Tema, Alur, Tokoh/penokohan,
Latar, Sudut Pandang dan Amanat.
|
Identifikasi
|
Analisis
|
Deskripsi
|
Cuplikan Cerpen
|
Penafsiran/
Ulasan
|
Kesimpulan
|
TEMA
|
Justru karena itu, semenjak Kiplik memperdalam ilmu
berdoa, kepada siapa pun yang ditemuinya, ia selalu menekankan pentingnya
berdoa dengan benar. Adapun yang dimaksudnya berdoa dengan benar bukanlah
sekadar kata-katanya tidak keliru, gerakannya tepat, dan waktunya terukur,
selain tentu saja perhatiannya terpusat, melainkan juga dengan kepercayaan
yang mendalam dan tak tergoyahkan betapa sedang melakukan sesuatu yang benar,
sangat benar, bagaikan tiada lagi yang akan lebih benar.
|
Dari
awal sampai akhir cerita tak lepas dari kata berdoa dan cara berdoa yang
baik, hal ini menunjukan bahwa cerpen ini bercerita kisah keagamaan, religi
atau hal-hal yang berbau metaisik/ sufi
|
TEMA : KEAGAMAAN/HAL-HAL METAFISIK
(SUFI)
|
ALUR
|
Ø
Namun, ia memang berpendapat bahwa jika seseorang ingin membaca doa, maka
ia harus belajar membaca doa secara benar.
Ø
Ternyata tidak sedikit pula orang percaya dan merasakan kebenaran
pendapat Kiplik, bahwa dengan berdoa secara benar, bukan hanya karena
cara-caranya, tetapi juga karena tahap kejiwaan yang dapat dicapai dengan
itu, siapa pun akan mendapatkan ketenangan dan kemantapan yang lebih
memungkinkan untuk mencapai kebahagiaan.
Ø
Demikianlah akhirnya Kiplik pun dikenal sebagai Guru Kiplik. Mereka yang
telah mengalami bagaimana kebahagiaan itu dapat dicapai dengan berdoa secara
benar, merasa sangat berterima kasih dan banyak di antaranya ingin mengikuti
ke mana pun Kiplik pergi.
Ø Suatu ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik
di tepi sebuah danau. Begitu luasnya danau itu sehingga di tengahnya
terdapatlah sebuah pulau. Ia telah mendengar bahwa di pulau tersebut terdapat
orang-orang yang belum pernah meninggalkan pulau itu sama sekali
Ø
Setelah beberapa saat lamanya, Guru Kiplik menyadari betapa susahnya
mengubah cara berdoa mereka yang salah itu.
Ø
Sembilan orang penghuni pulau terpencil itu berlari cepat sekali di atas
air, mendekati perahu sambil berteriak-teriak.
”Guru! Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami lupa lagi
bagaimana cara berdoa yang benar!”
|
Alur yang digunakan dalam
penceriteraan cerpen ini adalah alur maju diawali dengan keyakinan seseorang
yaitu Kiplik terhadap cara yang benar dalam berdoa kemudian ia mengajarkan
keyakinannya pada orang-orang hingga sampai pada suatu pulau yang dianggapnya
akan banyak penduduk yang sangat membutuhkan pembenaran cara berdoa. Pada
kenyataannya orang/penduduk yang dianggap salah cara berdoanya itu ternyata
malah sebaliknya, merekalah yang lebih baik berdoanya karena Kiplik
berkeyakinan orang yang berdoa sangat baik ia dapat berjalan di atas air dan
ternyata penduduk di pulau itu bisa berlari-lari di atas air.
|
ALUR: MAJU
|
TOKOH
PENOKOHAN
|
Ø
Kiplik sungguh mengerti, betapapun semua itu tentunya hanya dongeng. ...
Ø
Guru Kiplik bukan semacam manusia yang menganggap dirinya seorang nabi,
yang begitu yakin bisa membawa pengikutnya masuk surga. Ia hanya seperti
seseorang yang ingin membagikan kekayaan batinnya, dan akan merasa bahagia
jika orang lain menjadi berbahagia karenanya.
Ø
Namun, alangkah terharunya Guru Kiplik setelah diketahuinya bahwa
meskipun terpencil dan terasing, sembilan orang penduduk pulau sebesar noktah
itu di samping bekerja juga tidak putus-putusnya berdoa!
|
Dalam cerita disebutkan tokoh bernama Kiplik atau Guru Kiplik dan 9 orang
penduduk di pulau terpencil tengah danau.
Penokohan digambarkan bahwa
Guru Kiplik adalah seorang yang dianggap benar, suci, sufi yang memiliki
keyakinan bisa mengajarkan hal yang dianggapnya benar dan bisa membawa
kebahagiaan bagi orang banyak.
Sedangkan 9 orang penduduk di pulau terpencil yang menganggap dirinya
bodoh dan dianggap sesat oelh Guru Kiplik ternyata merekalah yang lebih benar
cara berdoanya karena bisa berlari di atas air.
|
TOKOH/PENOKOHAN:
Ø GURU KIPLIK:
Merasa keyakinannya
paling benar dan dapat membawa orang lain dalam kebahagiaan.
Ø 9 ORANG PENDUDUK
Taat berdoa
Rajin bekerja
Namun cara berdoanya
dianggap salah oleh Guru Kiplik
Dapat berjalan di atas air
|
LATAR
|
Suatu
ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau. Begitu
luasnya danau itu sehingga di tengahnya terdapatlah sebuah pulau.......
|
Latar yang digunakan dalam cerpen ini sangat berkaitan atau memiliki
hubungan yang erat dengan unsur-unsur lain dalam cerita yaitu sebuah pulau
terletak di tengah danau, menggambarkan sebuah daerah terpencil dan
berpenduduk terbatas sehingga mempertajam pemaknaannya bahwa didaerah seperti
ini cocok jika penduduknya tidak banyak berpengetahuan.
|
LATAR
TEMPAT: SEBUAH DANAU, PULAU
|
SUDUT PANDANG
|
Namun, ia
memang berpendapat bahwa jika seseorang ingin membaca doa, maka ia harus
belajar membaca doa secara benar.
|
Pengarang dalam cerpen ini
menempatkan diri dari sudut pandang orang ketiga yaitu dengan menggunakan
pengenalan nama tokoh dan kata ganti “’diaan”
|
SUDUT PANDANG
PERSONA
KETIGA: “DIA”
|
AMANAT
|
Ø
Sembilan orang penghuni pulau terpencil itu berlari cepat sekali di atas
air, mendekati perahu sambil berteriak-teriak.
”Guru! Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami lupa lagi
bagaimana cara berdoa yang benar!”
|
Hal ini mengisolasi siratan
pesan tentang pluralitas
makna kebenaran religius. Bahwa kita jangan mudah mengklaim agama kita
sendiri paling benar dan menganggap sesat agama lain, dan jangan pula gampang
menganggap pemahaman kita sendiri tentang agama kita sebagai yang paling
benar di antara pemahaman-pemahaman lain yang dimiliki saudara-saudari seagama kita.
|
AMANAT:
Ø Jangan mudah mengklaim
agama kita sendiri paling benar dan menganggap sesat agama lain.
Ø Jangan gampang menganggap
pemahaman kita sendiri tentang agama kita sebagai yang paling benar di antara
pemahaman-pemahaman lain yang dimiliki saudara-saudari seagama kita.
|
2. Faktor yang Membuat Cerpen Dodolitdodolitdodolibret Diakui sebagai Cerpen Terbaik Kompas 2011.
Ø Tema yang
berhasil mentransformasikan realitas empirik ke dalam realitas sastra.
Ø
Daya jelajah dan imajinasi yang mumpuni.
Ø
Cerpen ini mampu
menceritakan hal-hal yang berbau metafisis (sufi) dalam bahasa sederhana yang
bahkan mengandung ironi.
Ø Mampu mengembangkan sindiran
yang mengena, ketika seseorang yang merasa dirinya sebagai guru sufi memberi
pelajaran tentang bagaimana menjalani hidup
kepada orang-orang di sebuah pulau terpencil, tetapi pada akhirnya ia
harus melihat kenyataan bahwa justru orang-orang di pulau itulah yang lebih
memahami realitas sesungguhnya.
3. Manfaat/pelajaran yang dirasakan setelah membaca cerpen ini
Ø Kita belajar untuk tidak mudah mengklaim agama kita sendiri paling
benar dan menganggap sesat agama lain.
Ø Jangan gampang menganggap
pemahaman kita sendiri tentang agama kita sebagai yang paling benar di antara
pemahaman-pemahaman lain yang dimiliki saudara-saudari seagama kita.
Ø Belajar saling menghargai antar umat beragama.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
SINOPSIS CERPEN : DODOLITDODOLITDODOLIBRET
KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA
Cerpen ini
menceritakan seorang lelaki bernama Kiplik yang merasa yakin telah menguasai
dan mengamalkan “cara berdoa yang benar”. Menurut hasil pengamatan Kiplik
banyak sekali orang yang berdoa dengan tidak benar, padahal jika kata-kata
dalam sebuah doa yang diucapkan salah, maka bukan saja menghasilkan makna yang
berbeda, tetapi malah bisa bertentangan. Dalam keyakinan Kiplik, “cara berdoa
yang benar” itu haruslah sempurna, yakni kata-katanya tidak keliru, gerakannya
tepat, waktunya terukur, perhatiannya terpusat, dilandasi kepercayaan yang
mendalam dan tak tergoyahkan, seolah-olah sedang melakukan sesuatu yang benar,
sangat benar, bagaikan tiada lagi yang akan lebih benar. Dengan kebenaran cara
berdoa yang dipraktikkan Kiplik dalam kehidupannya, ia mendapatkan kebahagiaan
yang tiada tara.
Kebahagiaan
yang diperolehnya membuat Kiplik merasa mendapatkan suatu kekayaan yang tidak
ternilai, dan oleh sebab itu ia selalu ingin membagikannya kepada siapa saja.
Sebagai ahli ilmu berdoa, Kiplik yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Guru
Kiplik mengembara untuk mengajarkan ilmunya kepada orang banyak , agar mereka
dapat berdoa dengan benar seperti dirinya, dan mencapai kebahagiaan seperti
dirinya pula. Banyak orang percaya dan merasakan kebenaran pendapat Guru
Kiplik, serta menjadi pengikutnya.
Sebagai
seorang ahli berdoa, Guru Kiplik menyangsikan kebenaran sebuah dongeng lama,
bahwa siapa pun yang berdoa dengan benar akan mampu berjalan di atas air.
Menurut Guru Kiplik dongeng itu hanyalah perlambang untuk menegaskan kebebasan
jiwa yang akan diperoleh siapa pun yang berdoa dengan benar.
Suatu
ketika, Guru Kiplik mengembara ke sebuah pulau terisolir di tengah sebuah danau
yang sangat luas. Pulau itu subur makmur sehingga penghuninya tidak perlu
keluar pulau untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Guru Kiplik
mendapati sembilan orang penduduk pulau tersebut yang rajin bekerja dan tidak putus-putusnya
berdoa. Namun cara berdoa yang mereka lakukan ternyata salah di mata Guru
Kiplik. Untuk itu ia merasa terpanggil mengubah cara berdoa mereka yang salah
tersebut, sebab menurutnya cara berdoa penduduk pulau tersebut justru memohon
kutukan bagi diri mereka sendiri. Dengan susah-payah akhirnya Guru Kiplik
berhasil mengajari mereka “cara berdoa yang benar”.
Setelah berhasil, Guru Kiplik
pamit untuk melanjutkan perjalanannya. Ia merasa bersyukur telah berhasil
mengajari mereka. Setelah berada di atas perahu dan melanjutkan perjalanan,
Guru Kiplik merasa tercengang ketika menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri
bahwa kesembilan warga pulau tersebut menyusulnya dengan berlari di atas air
sambil berteriak, “Guru! Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami lupa lagi bagaimana
cara berdoa yang benar!”
Guru
Kiplik terpana, matanya terkejap-kejap dan mulutnya menganga. Mungkinkah
sembilan penghuni pulau terpencil, yang baru saja diajarinya cara berdoa yang
benar itu, telah begitu benar doanya, begitu benar dan sangat benar bagaikan
tiada lagi yang bisa lebih benar, sehingga mampu bukan hanya berjalan, tetapi
bahkan berlari-lari di atas air? (Dodolitdodolitdodolibret, 2011:7).
Unsur Intrinsik Cerpen
1. TEMA
Keagamaan/hal-hal metafisik (sufi)
2. ALUR
Maju
3. TOKOH/PENOKOHAN:
Ø GURU KIPLIK:
Optimis, Merasa keyakinannya
paling benar dan dapat membawa orang lain dalam kebahagiaan. Tidak mudah putus
asa.
Ø 9 ORANG PENDUDUK
Taat berdoa
Rajin bekerja
Namun cara berdoanya
dianggap salah oleh Guru Kiplik
Dapat berjalan di atas air
LATAR
TEMPAT:
Sebuah pulau di tengah danau
SUDUT PANDANG
Persona
Ketiga: “dia”
AMANAT
Ø Jangan mudah mengklaim
agama kita sendiri paling benar dan menganggap sesat agama lain.
Ø Jangan gampang menganggap
pemahaman kita sendiri tentang agama kita sebagai yang paling benar di antara
pemahaman-pemahaman lain yang dimiliki saudara-saudari seagama kita.
Faktor yang Membuat Cerpen Dodolitdodolitdodolibret Diakui sebagai Cerpen Terbaik Kompas 2011.
Ø Tema yang
berhasil mentransformasikan realitas empirik ke dalam realitas sastra.
Ø
Daya jelajah dan imajinasi yang mumpuni.
Ø
Cerpen ini mampu
menceritakan hal-hal yang berbau metafisis (sufi) dalam bahasa sederhana yang
bahkan mengandung ironi.
Ø Mampu mengembangkan sindiran
yang mengena, ketika seseorang yang merasa dirinya sebagai guru sufi memberi
pelajaran tentang bagaimana menjalani hidup
kepada orang-orang di sebuah pulau terpencil, tetapi pada akhirnya ia
harus melihat kenyataan bahwa justru orang-orang di pulau itulah yang lebih
memahami realitas sesungguhnya.
Manfaat/pelajaran yang dirasakan setelah membaca cerpen ini
Ø Kita belajar untuk tidak mudah mengklaim agama kita sendiri paling
benar dan menganggap sesat agama lain.
Ø Jangan gampang menganggap
pemahaman kita sendiri tentang agama kita sebagai yang paling benar di antara
pemahaman-pemahaman lain yang dimiliki saudara-saudari seagama kita.
Ø Belajar saling menghargai antar umat beragama.
5.2 Saran
Sulitnya memaknai sebuah karya sastra berdampak pada kurangnya
penelitian-penelitian terhadap karya sastra itu sendiri. Karya sastra dewasa
ini semakin memisahkan diri dari kehidupan masyarakat umum. Hanya golongan
kecil saja yang akrab dengan karya sastra, seperti golongan sastrawan,
budayawan, pengamat dan kritikus sastra.
Hal yang paling dasar yang dapat dilakukan oleh siapapun untuk membedah
makna suatu karya sastra adalah dengan cara “menganalisis unsur-unsur
pembangunnya” lebih lanjut daripada itu dapat dilakukan kajian-kajian terhadap
karya sastra dari berbagai sudut pandangan.
Maka, disarankan khusus kepada mahasiswa/mahasiswi jurusan bahasa atau
sastra untuk lebih banyak mengkaji karya sastra baik kajian dasar unsur
pembangun karya sastra maupun kajian-kajian lebih dalam daripada itu untuk
memperkaya pengetahuan dalam memaknai sebuah karya sastra.
DAFTAR PUSTAKA
Burhan
Nurgiyantoro. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Ajidarma, Seno Gumira.(2010).”Dodolitdodolitdodolibret”
dalam AGEPE. Tersedia: http://goesprih.blogspot.com/2010/10/dodolitdodolitdodolibret-seno-gumira.html. [24-6-2012]
0 comments:
Post a Comment