Pada ibu yang selalu kurindu senyum dan ketusnya
Pada suatu saat di depan kelas
Pada dialog begitu singkat
: Eka, rupanya kamu lebih senang berdiskusi dengan diri sendiri. Kamu lebih senang berbicara dengan pena daripada suara. Apapun itu tak bisa menyembunyikan kegelisahan di matamu. Asa yang kamu sembunyikan membuat setiap gerik tubuhmu bersuara tanpa kata.
Entahlah, sejak kapan ia begitu memperhatikan aku. Tapi sejak itu aku mulai bersuara : barangkali setelah ini, aku akan dilupakan. Bagaimanapun, aku hanya mengingat sekitar sepuluh sampai dua puluh nama guru saja sedangkan engkau tak mungkin mengingat dua ratus sampai lima ratus muridkan?
Ia kemudian tersenyum: yakinlah, takkan mungkin ada guru yang melupakan murid sepertimu!
Kemudian ia pergi tanpa menengok wajah teka-teki yang kupasang pada kerutan jidatku.
: banyak ibu di rumah hatiku. Ada yang datang lalu pergi. Ada yang datang diam-diam lalu sembunyi. Ada yang datang tak kembali. Lalu, kaukah ibu? Yang singgah di ruang tamu hatiku tanpa alamat pulang lagi?
Setelahnya. Masih ku ingat, di Langit Pangandaran itu, 25 Mei 4 tahun yang lalu, ku persembahkan puisi ini di hadapan ratusan muridnya, lalu ia hadiahkan sebuah pelukan terakhir pada dinginnya malam langit pangandaran, diselingi deburan ombak pangandaran.
ADA YANG MESTI DITINGGALKAN
-perpisahan SMAN1Baleendah
Ada yang mesti ditinggalkan
Saat langkisan mencibir bau keringat perpisahan
Dingin menyibak kenangan
Laut melarut, ombak dan pasir berpaut
Temuku terjaring pukat yang mulai kuat
Di bawah jembatan harapan
Mengalir sebuah impian
Tidur segala harap, lelap segala hasrat
Pertemuan datang dan hilang
Oh, bunda jika bengkok haluan ku undang
nahkodamu dalam bahteraku
Dan jika dudukku di karang batu,
itulah wajah rinduku
maka, ku kutuk langit
yang melepas birunya pada laut
Baruna yang durhaka
Melukis ngilu di atas dewangga
bulan rempat pucat mencatat kisah sejarah kita
Satu persatu dari kita mendayung sampan ketepian
Ke garis horizon laut bersijingkat dari dermaga
Menuju garisan tangan
Dan tanganku menggapai-gapai
Pada riak ombak yang lunak berteriak
Di ruang halaman
Ada yang mesti ditinggalkan
Meskikah kembali terkenang
Pertemuan datang lalu menghilang
Pangandaran, 2 Mei 2008
Guru yang baik sangatlah banyak. Tapi, guru yang hebat sangatlah langka. Guru yang hebat adalah guru yang dapat menginspirasi muridnya begitu Bunda Isna berkata. Inspirasi lahir dari jiwa, dari hati. Guru yang hebat adalah guru yang pandai merasuki jiwa, merasuki hati muridnya.
Lalu, seorang guru berkata padaku: panjang-pendeknya ingatan seseorang terhadap suatu kejadian atau ilmu ditentukan oleh seberapa berkesannya kejadian atau ilmu yang dialaminya. Kesan yang paling berkesan, baik itu kesan positif maupun negatif akan lebih panjang diingat daripada sesuatu yang tak berkesan sama sekali. Karena “kesan” adalah sesuatu yang melibatkan hati dan emosi. Bukan sekedar ingatan yang diingat-ingat. Dan guru yang hebat adalah guru yang mampu membuat segala sesuatu berkesan di hati muridnya........
Mau jadi guru yang manakah anda? Apakah guru yang disenangi muridnya ketika kamu tidak masuk kelas karena sesuatu hal? Ataukah guru yang dikecewakan muridnya ketika kamu tak masuk kelas?sebab kamu selalu dinantikan kehadirannya oleh murid-muridmu?
Adakah guru hebat itu?........Jawabannya ADA, karena dia pernah hadir di dalam hidupku.
SALAM SASTRA DAN KEBUDAYAAN
Eka Susilawati
0 comments:
Post a Comment